Anda
tahu mentoring? Ya, saya tahu. Kata ini pertama kali terdengar pada waktu saya
di Sekolah Menengah Atas, tepatnya Jakarta Utara, tepatnya SMAN 13. Mentoring pada waktu SMA merujuk pada suatu
kegiatan keagamaan untuk mensosialisasikan nilai keagamaan dan nilai lainnya.. Sosialisasi
menurut Peter Berger adalah sebagai proses seorang anak belajar menjadi anggota
yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116).
Mentoring sebagai spesialis sosialisasi para pendidik untuk menanamkan nilai
yang baik, setidaknya membawa dampak yang baik dalam pembentukan kepribadian
seseorang untuk terjun ke masyarakat. Dampak positif proses ini dialami teman
saya, dia yang awalnya suka menonton “film biru”, meminum-minuman keras, dan
sebagainya. Setelah mengikuti mentoring, Alhamdulillah
lebih baik dari sebelumnya. Itu hanya contoh sebagian kecil saja orang yang
berubah dari kegelapan menuju keterangan. Saya akan membahas mengenai mentoring
sebagai spesialis sosialisasi, keuntungannya, dan dikuatkan oleh fakta-fakta
yang beredar di dunia pendidikan dan masyarakat.
Sekilas
pengenalan mentoring, metode ini merupakan cara yang efektif untuk mensosialisasikan
nilai kepada obyek mentor. Orang yang dikenakan sebagai peserta mentoring,
biasa disebut mentee. Metode dilakukan rutin setiap seminggu sekali, tergantung
konsensus antara mentor dan mentee. Mentoring tidak hanya memberikan materi,
tetapi juga terdapat agenda pengembangan diri.
Selain itu, para Mentor menyusun program kerja yang akan diberikan
kepada menteenya agar mentoring ini punya arah yang jelas dalam menyusuri
samudera kehidupan ini.
Tadi
sudah dikenalkan mentoring di Sekolah Menengah Atas. Sekarang, akan dibicarakan
ketika saya berada di kampus. Mentoring yang sebenarnya didapatkan pada sesi
Forum Studi Islam FISIP UI dalam acara PSAF (Pengenalan Sistem Akademik
Fakultas). Memang metode ini sudah lumrah dipakai lembaga keagamaan, yang
uniknya metode ini sedang dilirik lembaga/pihak lain untuk melakukan
sosialisasi. Selain mentoring FSI, ada juga mentoring PSAF. Saya juga mengikuti
prosesi mentoring itu. Ternyata sistem mentoring yang awalnya saya tahu di SMA,
di dunia kampus diakui dalam proses sosialisasi nilai kepada mahasiswa baru.
Selain itu, Sistem mentoring yang diadopsi pada acara PSAF ISIP (Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik) untuk menyampaikan informasi kepada mahasiswa baru. Setiap sesi mentoring saya
mendapatkan materi, pengumuman, dan hasil keputusan bersama. Kemudian materi
yang disampaikan berkisar nilai ke-FISIP-an, kepemimpinan, dan sebagainya. Ini
menunjukkan bahwa mentoring merupakan suatu metode spesialis yang bisa dipakai
siapapun untuk menanamkan nilai yang positif dalam rangka mencerdaskan
kehidupan berbangsa dan beragama.
Bukti
yang nyata terjadi pada teman saya, ia seorang preman, sebut saja namanya Bang
Badrun. Kehidupannya sebelum mengikuti mentoring sangat berantakan. Ia adalah
seorang preman, suka mabuk-mabukan, dan sebagainya. Singkat cerita, ada
seseorang yang mengajaknya untuk mengikuti kegiatan mentoring. Ia pun
mencobanya. Lambat laun ia berubah secara drastis bagaikan air terjun.
Kehidupannya lebih tertata rapi. Ia jadi lebih sering ke masjid, pakaiannya
rapi, tutur kata yang halus, dan sederetan perubahan lainnya.
Fakta
lain terjadi pada pendidikan pada tingkat PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini) Azizah, Jakarta Utara. PAUD ini menerapkan sistem
sentra dalam kegiatan belajar mengajar. Sistem sentra ini mirip seperti sistem
mentoring. Peserta didik duduk berkelompok membuat lingkaran sesuai mata
pelajaran yang dibahas. Anak-anak di PAUD Azizah pun memiliki kepercayaan diri
lebih tinggi untuk menjelaskan kembali apa yang sudah dibahas sebelumnya. Perkembangan
psikologi anak akan secara matang terbentuk sesuai umur mereka. Penanaman nilai
pada jumlah anak yang sedikit dan ruang yang lebih sempit memberikan dampak
yang cukup baik untuk perkembangan anak. Begitu bermanfaatnya metode ini dalam
memberikan kontribusinya dalam dunia pendidikan.
Mentoring,
menurut saya, merupakan spesialis sosialisasi pada kegiatan apa pun. Kegiatan
keagamaan maupun non-keagamaan bisa menerapkannya untuk hasil yang optimal
dalam membangun pola pikir dan kepribadian seseorang. Saya pun bisa membuat
pernyataan yang agak trendi, “Jika Anda ingin menanamkan nilai, maka
terapkanlah mentoring”. Cukup bagus bukan. Metode ini harus kita wariskan
kepada generasi pengganti kita kelak. Kenapa generasi pengganti? Karena mereka lah
yang akan menggantikan orang-orang yang korupsi, rendah kontribusi, dan minim nutrisi.
Bukan generasi penerus yang akan melanjutkan orang-orang yang telah disebutkan
di atas. Jadi, mentoring yang beranggotakan maksimal dua belas orang ini,
sangat memungkinkan para mentor melakukan sistem kontrol yang berkelanjutan
untuk membangun peradaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar