Cari Blog Ini

Sabtu, 10 Mei 2014

Mentoring: Spesialis Sosialisasi

Anda tahu mentoring? Ya, saya tahu. Kata ini pertama kali terdengar pada waktu saya di Sekolah Menengah Atas, tepatnya Jakarta Utara, tepatnya SMAN 13.  Mentoring pada waktu SMA merujuk pada suatu kegiatan keagamaan untuk mensosialisasikan nilai keagamaan dan nilai lainnya.. Sosialisasi menurut Peter Berger adalah sebagai proses seorang anak belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116). Mentoring sebagai spesialis sosialisasi para pendidik untuk menanamkan nilai yang baik, setidaknya membawa dampak yang baik dalam pembentukan kepribadian seseorang untuk terjun ke masyarakat. Dampak positif proses ini dialami teman saya, dia yang awalnya suka menonton “film biru”, meminum-minuman keras, dan sebagainya. Setelah mengikuti mentoring, Alhamdulillah lebih baik dari sebelumnya. Itu hanya contoh sebagian kecil saja orang yang berubah dari kegelapan menuju keterangan. Saya akan membahas mengenai mentoring sebagai spesialis sosialisasi, keuntungannya, dan dikuatkan oleh fakta-fakta yang beredar di dunia pendidikan dan masyarakat.

Sekilas pengenalan mentoring, metode ini merupakan cara yang efektif untuk mensosialisasikan nilai kepada obyek mentor. Orang yang dikenakan sebagai peserta mentoring, biasa disebut mentee. Metode dilakukan rutin setiap seminggu sekali, tergantung konsensus antara mentor dan mentee. Mentoring tidak hanya memberikan materi, tetapi juga terdapat agenda pengembangan diri.  Selain itu, para Mentor menyusun program kerja yang akan diberikan kepada menteenya agar mentoring ini punya arah yang jelas dalam menyusuri samudera kehidupan ini.

Tadi sudah dikenalkan mentoring di Sekolah Menengah Atas. Sekarang, akan dibicarakan ketika saya berada di kampus. Mentoring yang sebenarnya didapatkan pada sesi Forum Studi Islam FISIP UI dalam acara PSAF (Pengenalan Sistem Akademik Fakultas). Memang metode ini sudah lumrah dipakai lembaga keagamaan, yang uniknya metode ini sedang dilirik lembaga/pihak lain untuk melakukan sosialisasi. Selain mentoring FSI, ada juga mentoring PSAF. Saya juga mengikuti prosesi mentoring itu. Ternyata sistem mentoring yang awalnya saya tahu di SMA, di dunia kampus diakui dalam proses sosialisasi nilai kepada mahasiswa baru. Selain itu, Sistem mentoring yang diadopsi pada acara PSAF ISIP (Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) untuk menyampaikan informasi kepada  mahasiswa baru. Setiap sesi mentoring saya mendapatkan materi, pengumuman, dan hasil keputusan bersama. Kemudian materi yang disampaikan berkisar nilai ke-FISIP-an, kepemimpinan, dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa mentoring merupakan suatu metode spesialis yang bisa dipakai siapapun untuk menanamkan nilai yang positif dalam rangka mencerdaskan kehidupan berbangsa dan beragama.

Bukti yang nyata terjadi pada teman saya, ia seorang preman, sebut saja namanya Bang Badrun. Kehidupannya sebelum mengikuti mentoring sangat berantakan. Ia adalah seorang preman, suka mabuk-mabukan, dan sebagainya. Singkat cerita, ada seseorang yang mengajaknya untuk mengikuti kegiatan mentoring. Ia pun mencobanya. Lambat laun ia berubah secara drastis bagaikan air terjun. Kehidupannya lebih tertata rapi. Ia jadi lebih sering ke masjid, pakaiannya rapi, tutur kata yang halus, dan sederetan perubahan lainnya.

Fakta lain terjadi pada pendidikan pada tingkat PAUD  (Pendidikan Anak Usia Dini) Azizah, Jakarta Utara. PAUD ini menerapkan sistem sentra dalam kegiatan belajar mengajar. Sistem sentra ini mirip seperti sistem mentoring. Peserta didik duduk berkelompok membuat lingkaran sesuai mata pelajaran yang dibahas. Anak-anak di PAUD Azizah pun memiliki kepercayaan diri lebih tinggi untuk menjelaskan kembali apa yang sudah dibahas sebelumnya. Perkembangan psikologi anak akan secara matang terbentuk sesuai umur mereka. Penanaman nilai pada jumlah anak yang sedikit dan ruang yang lebih sempit memberikan dampak yang cukup baik untuk perkembangan anak. Begitu bermanfaatnya metode ini dalam memberikan kontribusinya dalam dunia pendidikan.


Mentoring, menurut saya, merupakan spesialis sosialisasi pada kegiatan apa pun. Kegiatan keagamaan maupun non-keagamaan bisa menerapkannya untuk hasil yang optimal dalam membangun pola pikir dan kepribadian seseorang. Saya pun bisa membuat pernyataan yang agak trendi, “Jika Anda ingin menanamkan nilai, maka terapkanlah mentoring”. Cukup bagus bukan. Metode ini harus kita wariskan kepada generasi pengganti kita kelak. Kenapa generasi pengganti? Karena mereka lah yang akan menggantikan orang-orang yang korupsi, rendah kontribusi, dan minim nutrisi. Bukan generasi penerus yang akan melanjutkan orang-orang yang telah disebutkan di atas. Jadi, mentoring yang beranggotakan maksimal dua belas orang ini, sangat memungkinkan para mentor melakukan sistem kontrol yang berkelanjutan untuk membangun peradaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar