Cari Blog Ini

Sabtu, 10 Mei 2014

Katanya Sih Membatalkan Puasa, Ternyata Enggak

Ramadhan, bulan yang penuh ampunan dan berkah ini mempunyai hal-hal yang harus diketahui oleh masyarakat luas, khususnya Indonesia. Banyak masyarakat Indonesia menganggap ada hal yang sekiranya menurut mereka membatalkan puasa, ternyata enggak. Pengetahuan yang sudah meluas ke seantero negeri ini dan akses informasi yang seharusnya mudah dijangkau, tetapi kurang dioptimalkan untuk mencari tsaqofah(wawasan) Islamiyah, wabilkhusus tentang ramadhan.
Kali ini akan dibahas terkait hal yang dianggap membatalkan puasa, tetapi sebenarnya tidak membuat kita untuk berbuka. Mari disimak:
  1. Orang yang puasa kesiangan dalam keadaan junub
Rasulullah pernah kesiangan, sampi tiba waktu fajar beliau masih dalm keadaan junub dari keluarganya, kemudian beliau mandi junub sesudah fajar dan melanjutkan puasanya. Pada kalangan kita menganggap ketika mimpi basah mebatalkan puasa, padahl tidak. Halini dengan diperkuat hadist oleh Aisyah dan Ummu Salamah Ra: “Sesungguhnya Nabi SAW kesiangan hingga tiba waktu fajar masih dalam keadaan junub dari keuarganya, kemudian beliau mandi dan berpuasa.” HR Bukhari, Muslim, Malik, dll.
  1. Bersiwak untuk orang puasa
Rasulullah SAW bersabda, “Kalau Aku tidak khawatir memberatkan umatku, tentulah Aku memerintahkan kepada mereka memakai siwak pada tiap kali mabil wudhu untuk shalat.” HR Bukhari
Penggunaan siwak itu waktunya berlaku umum. Bulan puasa maupun bukan tetap kita bersiwak (gosok gigi). Jika keberatan untuk melakukan pada shalat 5 waktu, kita melakukan seperti apa yang biasa lakukan bersiwak 2x/sehari. Jadi, ketika kita menggosok gigi, pastikan tidak ada yang tertelan.
  1. Berkumur-kumur dan Membersihkan Lubang Hidung
Rasulullah Saw berkumur-kumur dan membersihkan lubang hidung dalam keadaan puasa, hanya saja dilarang secara berlebihan. Sabda Rasulullah saw, “…Sempurnakan dalam membersihkan hidung, kecuali bila Anda dalam keadaan puasa.” (Shahih, dikeluarkan oleh ashabul Sunan dan Al-Hakim). Banyak dari kita ketika sedang berpuasa, khususnya dalam berwudhu tidak berkumur-kumur dan membersihkan lubang hidung. Padahal itu termasuk sunnah Rasulullah. Yang terpenting di sini adalah melakukan hal tersebut tidak berlebihan sampai masuk ke tenggorokan.
Namun seandainya ada yang tertelan atau terhisap dengan tidak sengaja, tidaklah membatalkan puasa. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits, “Bersungguh-sungguhlah dalam istinsyaq (menghirup air ketika berwudhu) kecuali jika engkau sedang berpuasa (maka tidak perlu bersungguh-sungguh).” (HR. Abu Dawud, 1/132, dan at-Tirmidzi, 3/788, an-Nasa’i, 1/66, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani di al-Irwa’, hadits no. 935)
  1. Berbekam
Awalnya berbekam termasuk batal, kemudian dinasakh, dan dikerjaka Rasulullah SAW dalam keadaan puasa, sesuai riwayat Ibnu Abbas Ra, katanya,”Rasulullah SAW mengkop(bekam) sedang dalam keadaan puasa.”
Bagi orang yang biasa berbekam rutin untuk kesehatannya, hal ini bisa membuat hati tenang untuk tetap berbekam di bulan ramadhan.
  1. Orang yang muntah bukan karena keinginannya (tidak sengaja) tidaklah batal puasanya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam hadits:
    مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عـَليَهِ قَضَاءٌ، وَإِنِ اسْـتَقَاءَ فَلْيَـقْضِ
    “Barang siapa yang muntah karena tidak disengaja, maka tidak ada kewajiban bagi dia untuk mengganti puasanya. Dan barang siapa yang muntah dengan sengaja maka wajib baginya untuk mengganti puasanya.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan yang lainnya, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani t di dalam al-Irwa’ no. 930)
    Oleh karena itu, orang yang merasa mual ketika dia menjalankan puasa, sebaiknya tidak memuntahkan apa yang ada dalam perutnya karena hal ini akan membatalkan puasanya. Jangan pula dia menahan muntahnya karena ini pun akan berakibat negatif bagi dirinya. Maka biarkan muntahan itu keluar dengan sendirinya karena hal tersebut tidak membatalkan puasa. (Fatawa Ramadhan, 2/481)

  1. Menelan ludah tidaklah membatalkan puasa.
Asy-Syaikh Ibnu Baz t berkata, “Tidak mengapa untuk menelan ludah. Saya tidak melihat adanya perselisihan ulama dalam hal ini, karena hal ini tidak mungkin untuk dihindari dan akan sangat memberatkan.


  1. Keluar darah bukan karena keinginannya seperti luka, atau karena keinginannya namun dalam jumlah yang sedikit, tidaklah membatalkan puasa. Asy-Syaikh al-‘Utsaimin telah berkata dalam beberapa fatwanya:
    a.    “Keluarnya darah di gigi tidaklah memengaruhi puasa selama menjaga agar darahnya tidak tertelan….”
    b.     “Tes darah tidaklah mengapa bagi orang yang berpuasa, yaitu pengambilan darah untuk diperiksa jenis golongan darahnya dan dilakukan karena keinginannya, tidaklah mengapa….”
    c.    “Pengambilan darah dalam jumlah yang banyak jika berakibat sama dengan melakukan berbekam, seperti menyebabkan lemahnya badan dan membutuhkan zat makanan, maka hukumnya sama dengan berbekam (yaitu batal puasanya)….” (Fatawa Ramadhan, 2/460—466)
    Maka, orang yang keluar darahnya akibat luka di giginya baik karena dicabut atau karena terluka giginya tidaklah batal puasanya. Namun dia tidak boleh menelan darah yang keluar itu dengan sengaja. Begitu pula orang yang dikeluarkan sedikit darahnya untuk diperiksa golongan darahnya tidaklah batal puasanya. Kecuali bila darah yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak sehingga membuat badannya lemah, maka hal tersebut membatalkan puasa sebagaimana orang yang berbekam (yaitu mengeluarkan darah dengan cara tertentu dalam rangka pengobatan).
    Meskipun terjadi perbedaan pendapat yang cukup kuat dalam masalah ini, namun yang menenangkan tentunya adalah keluar dari perbedaan pendapat. Maka bagi orang yang ingin melakukan donor darah, sebaiknya dilakukan di malam hari, karena pada umumnya darah yang dikeluarkan jumlahnya besar. Kecuali dalam keadaan yang sangat dibutuhkan, maka dia boleh melakukannya di siang hari. Namun yang lebih hati-hati adalah agar dia mengganti puasanya di luar bulan Ramadhan.

  1. Pengobatan yang dilakukan melalui suntik, tetes mata, dan lain-lain yang masuk mata
Hal ini tidaklah membatalkan puasa, karena obat suntik tidak tergolong makanan atau minuman. Berbeda halnya dengan infus, maka hal itu membatalkan puasa karena berfungsi sebagai zat makanan. Begitu pula pengobatan melalui tetes mata atau telinga tidaklah membatalkan puasa kecuali bila dia yakin bahwa obat tersebut mengalir ke kerongkongan. (Fatawa Ramadhan, 2/510—511)
Imam Bukhari dalam shahihnya menyatakan, “Anas, Al-Hasan dan Ibrahim tidak memandang celak mata kepada orang yang sedang puasa sebagai suatu larangan.”
  1. Mencium dan memeluk istri tidaklah membatalkan puasa selama tidak keluar air mani meskipun mengakibatkan keluarnya madzi. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits sahih yang artinya, “Dahulu Rasulullah  mencium (istrinya) dalam keadaan beliau berpuasa dan memeluk (istrinya) dalam keadaan beliau puasa. Akan tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan syahwatnya di antara kalian.” (Lihat takhrijnya dalam kitab al-Irwa’, hadits no. 934)
    Akan tetapi bagi orang yang mengkhawatirkan keluarnya mani dan terjatuh pada perbuatan jima’ karena syahwatnya yang kuat, maka yang terbaik baginya adalah menghindari perbuatan tersebut. Karena puasa bukanlah sekadar meninggalkan makan atau minum, tetapi juga meninggalkan syahwatnya. Rasulullah bersabda:
    …يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي…
    “(Orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan makannya karena Aku (Allah l).” (Sahih, HR. Muslim). Beliau juga bersabda: دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيْبُكَ
    “Tinggalkan hal-hal yang meragukan kepada yang tidak meragukan.” (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasa’i, dan At-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan shahih.” Dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani di al-Irwa’).

  1. Diperbolehkan bagi orang yang berpuasa untuk menyiram kepala dan badannya dengan air.
Bahkan boleh pula untuk berenang di air dengan selalu menjaga agar tidak ada air yang tertelan ke kerongkongan. Al-Hasan berkata: Boleh berkumur-kumur dan berdingi-dingin bagi orang puasa (Al-Hafizh dalam “Al-Fatah” (4/153-154). Bahkan Rasulullah SAW suka menyirami kepalanya dalam keadaan puasa dari haus atau panas. HR Abu Daud
  1. Mencicipi masakan tidaklah membatalkan puasa, dengan menjaga jangan sampai ada yang masuk kerongkongan.
    Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas c dalam sebuah atsar, “Tidak apa-apa bagi seseorang untuk mencicipi cuka dan lainnya yang akan dia beli.” (Atsar ini dihasankan asy-Syaikh al-Albani di al-Irwa’ no. 937)
Ibnu Abbas Ra, katanya, “Tidak dilarang mencicipi cuka atau lainnya, selama tidak memasuki kerongkongan orang puasa.” HR Bukhari

Demikian beberapa hal yang bisa saya ringkaskan dari penjelasan para ulama. Yang paling penting bagi setiap muslim, adalah meyakini bahwa Rasulullah tentu telah menjelaskan seluruh hukum yang ada dalam syariat Islam ini. Maka, kita tidak boleh menentukan sesuatu itu membatalkan puasa atau tidak dengan perasaan semata. Bahkan harus mengembalikannya kepada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta penjelasan para ulama.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber:
Saliem Al-Hilali dan Ali Hasan Ali Abdulhamied, 2008. Berpuasa Seperti Rasulullah. Jakarta: Gema Insani
Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc., Hal-Hal yang Dianggap Membatalkan Puasa. Diterbitkan di Majalah Asy-Syariah edisi 003. Diakses http://asysyariah.com/hal-hal-yang-diangap-membatalkan-puasa.html               

                                                                                                                                                         

1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site, Review 2021 - LuckyClub.live
    Lucky Club Casino Review 2021. Find out everything you need to know about the Lucky Club Casino online casino. We rank and review all luckyclub.live the

    BalasHapus